Sejak
zaman era kolonial penjajan belanda, pendidikan di Indonesia sangat
memprihatinkan. Pendidikan di zaman penjajahan terbatas dikarenakan berbagai
hal yaitu contoh konkretnya adalah diskriminasi antar golongan rakyat, seperti
hanya anak – anak Eropa dan keturunan pejabat saja pada masa itu yang boleh
mengenyam pendidikan. Belanda juga memberikan pendidikan hanya boleh dinikmani
anak – anak Bumi Putra yang diperlukan menguasai ilmu untuk keperluan dagang
atau kepentingan penjajahan Belanda pada tahun 1900 atau pada tahun 1854
diadakannya sekolah kabupaten namun hanya untuk calon pegawai.
|
unsplash.com/MuhammadTaufik |
Hadirnya Ki Hajar Dewantara sebagai
tokoh nasional pendidikan Indonesia sangat penting dalam perkembangan
pendidikan di Indonesia dari masa sebelum kemerdekaan hingga kemerdekaan. Sejak
era penjajahan Belanda, beliau memaknai bahwa pendidikan yang dibawa oleh
Belanda hanya mengedepankan pendidikan dari segi aspek intelektual semata tanpa
adanya penanaman nilai luhur dari kebudayaan. Beliau terangkan bahwa tujuan
pendidikan adalah membangun anak didik menjadi merdeka lahir bathin, luhur akal
budinya serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna
dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa dan tanah air serta manusia
pada umumnya (Suparlan, 1984). Pendidikan yang berkebudayaan akan membantu
pembangunan karakter dimana nantinya peserta didik bisa terlibat dengan
masyarakat dengan jiwa nasionalisme yang tinggi sehingga membantu dalam
melindungi bangsa dan negara itu sendiri. Oleh sebab itu, praktek pendidikan
setelah penjajahan menekankan aspek nasionalisme. Beliau memajukan Perguruan
Taman Siswa Indonesia sebelum kemerdekaan di Indonesia dengan harapan
melahirkan generasi muda yang tidak hanya berkependidikan namun juga memiliki
nasionalisme sebagaimana tertuang dalam lima asas pokok Pancadarma Taman Siswa
yang meliputi; asas kemerdekaan, asas kodrat alam, asas kebudayaan, asas
kebangsaan dan asas kemanusiaan.
|
unsplash.com/YannisH |
Era setelah kemerdekaan Indonesia
setelah banyak muncul pelopor tokoh pendidikan Indonesia maka disusunlah sistem
pendidikan Indonesia yaitu dasar pendidikan berlandaskan pancasila. Adanya
Kementrian Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan (Kementrian PP dan K) juga Ki
Hajar Dewantara sebagai Mentri Pendidikan Pertama Indonesia berhasil melakukan
berbagai pengaturan pendidikan dan pengajaran mulai dari sekolah tk hingga
perguruan tinggi dalam rangka menanggulani buta huruf. Kementrian PP dan K
seiring waktu berhasil menyusun persekolahan kurikulum (1945 – 1950), yaitu;
1)Pendidikan Rendah, 2) Pendidikan Guru, 3)Pendidikan Umum, 4)Pendidikan
Kejuruan, 5) Pendidikan Teknik, 6) Pendidikan Tinggi. Pembangunan akan
pendidikan di berbagai sektor juga dijalankan, seperti; 1)pembangunan bangunan
sekolah, 2)guru, 3)kurikulum, 4)sistem kerja, 5)biaya. Demikianlah perkembangan
pendidikan terus berlanjut hingga saat ini menerapkan pola kurikulum merdeka
yang diambil dari semboyan beliau, yaitu; 1) Ing ngarsa sung tuladha yang
berarti guru berperan sebagai pemberi teladan pada peserta didik, 2) Ing madya
mangun karsa yang berarti guru harus mampu memotivasi peserta didik dan 3) tut
wuri handayani yaitu guru penuntun peserta didik.
Sumber
:
Makmuk, Djohan., Suryo Haryono,
Pius., dkk. 1993. Sejarah Pendidikan di
Indonesia Zaman Penjajahan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia
Helius, Sjamsuddin.,
Sastradinata, Kosoh, dkk. 1993. Sejarah
Pendidikan di Indonesia Zaman Kemerdekaan (1945 – 1966). Jakarta :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia
Sari Dangu, Ardiana., Laba
Sumarjiana, Ketut., dkk. 2022. Sejarah
Pendidikan Indonesia Awal Kemerdekaan Tahun 1945-1950. Jurnal Inovasi
Penelitian : Vol. 3 No 2
Agung, Gusti. 2019. Membangun Karakter dalam Perspektif Filsafat
Pendidikan Ki Hajar Dewantara. Jurnal Filsafat Indonesia : Vol. 2 No. 2
Sugiarta,
Made., Adiarta, Agus., dkk. 2019. Filsafat
Pendidikan Ki Hajar Dewantara (Tokoh Timur). Jurnal Filsafat Indonesia :
Vol. 2 No. 3