Sejak zaman era kolonial penjajan belanda, pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Pendidikan di zaman penjajahan terbatas dikarenakan berbagai hal yaitu contoh konkretnya adalah diskriminasi antar golongan rakyat, seperti hanya anak – anak Eropa dan keturunan pejabat saja pada masa itu yang boleh mengenyam pendidikan. Belanda juga memberikan pendidikan hanya boleh dinikmani anak – anak Bumi Putra yang diperlukan menguasai ilmu untuk keperluan dagang atau kepentingan penjajahan Belanda pada tahun 1900 atau pada tahun 1854 diadakannya sekolah kabupaten namun hanya untuk calon pegawai.
Hadirnya Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh nasional pendidikan Indonesia sangat penting dalam perkembangan pendidikan di Indonesia dari masa sebelum kemerdekaan hingga kemerdekaan. Sejak era penjajahan Belanda, beliau memaknai bahwa pendidikan yang dibawa oleh Belanda hanya mengedepankan pendidikan dari segi aspek intelektual semata tanpa adanya penanaman nilai luhur dari kebudayaan. Beliau terangkan bahwa tujuan pendidikan adalah membangun anak didik menjadi merdeka lahir bathin, luhur akal budinya serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa dan tanah air serta manusia pada umumnya (Suparlan, 1984). Pendidikan yang berkebudayaan akan membantu pembangunan karakter dimana nantinya peserta didik bisa terlibat dengan masyarakat dengan jiwa nasionalisme yang tinggi sehingga membantu dalam melindungi bangsa dan negara itu sendiri. Oleh sebab itu, praktek pendidikan setelah penjajahan menekankan aspek nasionalisme. Beliau memajukan Perguruan Taman Siswa Indonesia sebelum kemerdekaan di Indonesia dengan harapan melahirkan generasi muda yang tidak hanya berkependidikan namun juga memiliki nasionalisme sebagaimana tertuang dalam lima asas pokok Pancadarma Taman Siswa yang meliputi; asas kemerdekaan, asas kodrat alam, asas kebudayaan, asas kebangsaan dan asas kemanusiaan.
Era setelah kemerdekaan Indonesia setelah banyak muncul pelopor tokoh pendidikan Indonesia maka disusunlah sistem pendidikan Indonesia yaitu dasar pendidikan berlandaskan pancasila. Adanya Kementrian Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan (Kementrian PP dan K) juga Ki Hajar Dewantara sebagai Mentri Pendidikan Pertama Indonesia berhasil melakukan berbagai pengaturan pendidikan dan pengajaran mulai dari sekolah tk hingga perguruan tinggi dalam rangka menanggulani buta huruf. Kementrian PP dan K seiring waktu berhasil menyusun persekolahan kurikulum (1945 – 1950), yaitu; 1)Pendidikan Rendah, 2) Pendidikan Guru, 3)Pendidikan Umum, 4)Pendidikan Kejuruan, 5) Pendidikan Teknik, 6) Pendidikan Tinggi. Pembangunan akan pendidikan di berbagai sektor juga dijalankan, seperti; 1)pembangunan bangunan sekolah, 2)guru, 3)kurikulum, 4)sistem kerja, 5)biaya. Demikianlah perkembangan pendidikan terus berlanjut hingga saat ini menerapkan pola kurikulum merdeka yang diambil dari semboyan beliau, yaitu; 1) Ing ngarsa sung tuladha yang berarti guru berperan sebagai pemberi teladan pada peserta didik, 2) Ing madya mangun karsa yang berarti guru harus mampu memotivasi peserta didik dan 3) tut wuri handayani yaitu guru penuntun peserta didik.
Sumber
:
Makmuk, Djohan., Suryo Haryono,
Pius., dkk. 1993. Sejarah Pendidikan di
Indonesia Zaman Penjajahan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia
Helius, Sjamsuddin.,
Sastradinata, Kosoh, dkk. 1993. Sejarah
Pendidikan di Indonesia Zaman Kemerdekaan (1945 – 1966). Jakarta :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia
Sari Dangu, Ardiana., Laba
Sumarjiana, Ketut., dkk. 2022. Sejarah
Pendidikan Indonesia Awal Kemerdekaan Tahun 1945-1950. Jurnal Inovasi
Penelitian : Vol. 3 No 2
Agung, Gusti. 2019. Membangun Karakter dalam Perspektif Filsafat
Pendidikan Ki Hajar Dewantara. Jurnal Filsafat Indonesia : Vol. 2 No. 2
Sugiarta,
Made., Adiarta, Agus., dkk. 2019. Filsafat
Pendidikan Ki Hajar Dewantara (Tokoh Timur). Jurnal Filsafat Indonesia :
Vol. 2 No. 3
0 komentar:
Posting Komentar